Makassar, Bongkarnews.id — Dugaan pelanggaran hak-hak warga binaan kembali mencuat di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Makassar. Kali ini, sorotan tajam datang dari Ketua Umum Lembaga Poros Rakyat Indonesia (LPRI), Daeng Ngemba, yang menyampaikan kritik keras serta tuntutan tegas atas kasus yang menimpa Zainal bin H. Bakri. Narapidana tersebut dinilai telah memenuhi syarat untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, namun hingga pertengahan Juni 2025, ia masih mendekam di balik jeruji besi.
Dalam keterangan resmi, Daeng Ngemba mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi dari istri tahanan, Astia Zainal, pengajuan remisi dan pembebasan bersyarat telah diajukan sejak Maret 2025. Namun, hingga kini, pihak Lapas Makassar hanya memberikan alasan bahwa permohonan tersebut “masih dalam proses di pusat.” Alasan ini dinilai janggal dan terkesan mengambang, memunculkan dugaan adanya pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku.
Dugaan Pelanggaran terhadap UU dan Regulasi Pemasyarakatan
LPRI menyebut adanya indikasi kuat bahwa tindakan Lapas Makassar bertentangan dengan sejumlah regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan:
Pasal 14: Menjamin hak-hak dasar Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), termasuk remisi dan pembebasan bersyarat.
Pasal 45 dan 100: Mengatur tata cara dan ketentuan pemberian remisi serta pembebasan bersyarat.
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012:
Pasal 34A dan 43A: Menjelaskan syarat dan prosedur pemberian remisi serta pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus tertentu.
Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022:
Pasal 3 dan 4: Menetapkan prosedur dan syarat administratif dalam pengajuan pembebasan bersyarat.
Kesaksian Keluarga Perkuat Dugaan
Astia Zainal menyatakan bahwa sejak Maret 2025, pihak keluarga telah melengkapi seluruh dokumen yang dipersyaratkan untuk proses remisi dan PB suaminya. Namun, hingga kini belum ada perkembangan berarti. Ia menilai lambannya respons Lapas Makassar seolah menjadi bentuk pengabaian yang disengaja.
Tiga Tuntutan LPRI
Merespons dugaan pelanggaran ini, Ketua Umum LPRI, Daeng Ngemba (Dg Emba), menyampaikan tiga poin tuntutan:
1. Investigasi menyeluruh dan transparan atas dugaan pelanggaran prosedur, dengan melibatkan kesaksian Astia Zainal serta dokumen administratif yang tersedia.
2. Penjatuhan sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan atau mengabaikan kewenangan dalam mengurus hak-hak narapidana.
3. Peningkatan pengawasan dan reformasi prosedural di Lapas Makassar guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Pengabaian hak-hak warga binaan adalah bentuk pelanggaran hukum dan kemanusiaan. Tidak ada alasan bagi pejabat negara untuk memperlambat proses hukum yang sudah diatur dengan jelas,” tegas Dg Emba.
LPRI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan dan keadilan ditegakkan. Masyarakat sipil diimbau untuk tidak menutup mata terhadap setiap bentuk ketidakadilan, termasuk yang terjadi di balik tembok lembaga pemasyarakatan.
Tim Lembaga Poros Rakyat Indonesia