Berita

Perumahan di PARANG BANOA Indikasi Belum Lengkap Legalitas, Utinitas Dan Prasarana Umum.

1379
×

Perumahan di PARANG BANOA Indikasi Belum Lengkap Legalitas, Utinitas Dan Prasarana Umum.

Sebarkan artikel ini

Gowa, bongkarnews.id | Pembangunan perumahan di wilayah parang banoa semakin tidak terbendung, semwnatara kewajiban atas negara belum juga mampu di penuhi,

Pasalanya hampir semua Developer tidak memahami kegiatan yang di lakukan, termasuk kelengkapan admistrasi antuk mendapatkan Legalitas seperti KKPR, PKKPR, RTD, SLF dan PGB semua mau di dapatkan secara gampang tampa memenuhi unsur dan persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang undangan.

Sisi lain dalam proses kelengkapan berkas ada APLIKASI yang terhubung langsung ke Kementrian terkait, sehingga segaka sesuatu wajib sesuai dengan mekanisme.

Apakah segenap perumahan subsidi sudah memenuhi STANDAR KELAYAKAN HUNIAN PERUMAHAN SUBSIDI seperti penjelasan atauran perundang undangan di bawah ini.

Ada beberpa Perumahan yang kami anggap perlu mendapatkan pendalaman proses Legalitas dan Sarana Prasarana Umum serta Utilitas:
1. AL FATIH RESIDENCE
2. GRIYA PUTRI TATTAKANG
3. GRIYA BUMI PALLANGGA
4. LJ LAND 3
5. GREND MANGNGALEI

Terkhusus Spesfikasi tehnik seperti yang ada di gambar tersebut, sebaiknya para Developer lebih memahami tujuan kenapa wajib mengikutkan spesifikasi tehnik di permohonan pembangunan rumah subsidi di proposal dan pada setiap membutuhkan Perijinan.

Meminta kepada Dinas terkait untuk lebih hati hati dalam memberikan Rekomendasi yang ujung ujungnya bisa saja berpeoses hukum jika lokasi yang di mohonkan masuk kategori lahan yang di lindungi oleh Negara, ( LP2B ), termasuk spesifikasi tehnik yang butuh pendalaman kajian yang di maksud.

Yang dimaksud dengan prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.

Sedangkan sarana berarti fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.

Adapun utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian.

Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan.

kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan
ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Pasal 50 angka 14 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 134 UU 1/2011 mengatur setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar.

Lebih lanjut, Pasal 17 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 14/2016”) menjelaskan standar sarana perumahan paling sedikit meliputi ruang terbuka hijau dan sarana umum.

Sarana umum sendiri maksudnya adalah penyediaan sarana paling sedikit meliputi rumah ibadah, taman tempat bermain anak-anak, tempat olahraga, dan papan penunjuk jalan.

Fasilitas umum adalah sarana umum seperti yang kami jelaskan di atas, maka pada dasarnya penyelenggara perumahan wajib menyelenggarakan pembangunan perumahan yang sesuai dengan standar sarana menurut peraturan perundang-undangan.

Apabila pihak developer tidak membangun sesuai kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum maka dapat dikenai sanksi administratif yang dapat berupa

peringatan tertulis;
pembatasan kegiatan pembangunan;
penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan;
penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu;
membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar;
pembatasan kegiatan usaha;
pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung;
pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung;
pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah;
perintah pembongkaran bangunan rumah;
pembekuan Perizinan Berusaha;
pencabutan Perizinan Berusaha;
pengawasan;
pembatalan Perizinan Berusaha;
kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu;
pencabutan insentif;
pengenaan denda administratif; dan/atau
penutupan lokasi.
Selain itu, pihak developer yang bersangkutan juga dapat dijerat pidana jika hal tersebut mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan berdasarkan Pasal 50 angka 16 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 151 UU 1/2011 yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang membangun perumahan tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 50 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 42 ayat (1) dan (2) huruf d UU 1/2011.

Lembaga Poros Rakyat Indonesia menghimbau segenap pelaku Pengembang perumahan sebisa mungkin mengikuti standar kelayakan Legalitas baru bisa melakukan pembangunan perumahan di wilayahnya masing masing.

Tim Kerja Independen
Lembaga Poros Rakyat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *