Jeneponto, Sulawesi Selatan. Bongkarnews.id – Program sumur bor yang digulirkan di Desa Turatea Timur, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, menuai kontroversi. Warga mengeluhkan adanya biaya bulanan untuk penggunaan air sumur bor.
Seharusnya program Air sumur bor bersifat gratis bagi masyarakat yang kekurangan air. Dugaan ini semakin kuat dengan informasi bahwa tiga titik sumur bor di desa tersebut diduga dikuasai oleh Kepala Desa. 07 April 2025.
Warga Terbebani Biaya Bulanan:
Sejumlah warga Desa Turatea Timur mengaku harus membayar Rp 50.000 per bulan untuk air sumur bor, dengan pemakaian hanya 4 kubik air. Biaya tersebut dianggap lebih mahal dari air PDAM dan menjadi beban bagi mereka. “Setiap bulan saya bayar Rp 50.000 paling murah untuk air sumur bor,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya. “Harus bayar? Saya cuma pakai 4 kubik air per bulan, tapi tetap saja harus bayar.” Ungkap si ibu tersebut.
Tiga Sumur Bor Diduga Dikelola Kepala Desa:
Informasi yang dihimpun oleh Lembaga Poros Rakyat Indonesia (LPRI) mengungkap bahwa tiga sumur bor di Desa Turatea Timur diduga dikuasai oleh Kepala Desa. Satu sumur bor berada di lokasi rumah pribadi Kepala Desa, dua lainnya di kebun milik Kepala Desa.
Permintaan Klarifikasi dan Penyelidikan:
Ketua Umum LPRI, Dg. Emba, menyampaikan keprihatinan atas dugaan penyalahgunaan program sumur bor ini. “Memang bukan barang gratis untuk masyarakat? Apakah program tersebut diperalat oleh Kepala Desa di Kecamatan Tamalatea? Mengingat bahwa program sumur bor diperuntukkan untuk meningkatkan akses air bersih bagi masyarakat yang kekurangan air,” ujar Dg. Emba.
Dg. Emba juga mempertanyakan sumber dana pembangunan sumur bor tersebut dan kemana larinya uang yang dibayarkan oleh warga setiap bulan. “Dari mana sumber dananya untuk membangun sumur bor tersebut? Jika Dana Desa, kenapa ada istilah bayar-bayar-bayar?” tanyanya.
LPRI meminta Ketua DPD Jeneponto untuk menyelidiki informasi yang berkembang di masyarakat dan melakukan pelaporan ke pihak APH jika dianggap perlu. “Kami dari DPP LEMBAGA POROS RAKYAT INDONESIA secara utuh menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua DPD Jeneponto saudara Budiman,” ujar Dg. Emba.
Sanksi Hukum:
Jika terbukti bahwa Kepala Desa melakukan penyalahgunaan program sumur bor untuk keuntungan pribadi, maka ia dapat dikenakan sanksi hukum sebagai berikut:
Kepala Desa terancam dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 huruf e dan Pasal 11 UU tersebut mengatur tentang penyerahan atau penerimaan sesuatu, baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk memengaruhi tindakan seseorang dalam jabatannya.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Jika terbukti layanan air bersih gratis namun kemudian menarik biaya, Kepala Desa dapat dijerat dengan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Tindak Pidana Pungli: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12B ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja meminta atau menerima sesuatu yang tidak berhak untuk dirinya sendiri atau orang lain, atau yang menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapat keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain, terancam hukuman penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Pelanggaran Kode Etik: Kepala Desa juga terancam dijerat dengan pelanggaran kode etik profesi pejabat desa, yang dapat berujung pada sanksi etik dan/atau sanksi administratif, seperti pemberhentian dari jabatannya.
Pentingnya Transparansi:
Kasus ini kembali menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program pemerintah. Pihak pemerintah diharapkan dapat menyelidiki dugaan ini dan memberikan klarifikasi kepada masyarakat. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan yang ketat agar program sumur bor benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Tim Kerja Independen
Lembaga Poros Rakyat Indonesia












